Selasa, 14 Januari 2014

Mengenal Tambang Batu Hijau

Mengenal Tambang Batu Hijau

Tembaga adalah unsur logam pertama yang diekstrak dari mineral dan digunakan manusia sejak zaman perunggu. Semakin lama dengan bertambah majunya teknologi, penambangan dan pengolahan tembaga untuk kebutuhan manusia juga kian meningkat. Penggunaan yang paling banyak adalah sebagai konduktor listrik pada peralatan elektronik, karena tembaga memiliki sifat konduktif yang sangat baik. Selain itu penggunaan yang banyak berhubungan dengan temabag adalah sebagai komponen bahan bangunan, seperti bahan baku pembuatan pipa, ventilasi, dan logam lembaran.

Endapan bijih tembaga biasanya terdapat pada lingkungan magmatik. Magma adalah suatu lelehan silikat panas yang terdiri dari bahan-bahan yang terlarut di dalamnya, yaitu bahan volatile yang mudah menguap seperti CO2, H2O, HF, dan HCl, bahan non volatile seperti SiO2, Al, Fe, Ca, Mg, K, dan unsur-unsur trace element seperti Cu, Pb, Zn, dan rare earth element.

Lingkungan yang memungkinkan terbentuknya tembaga (Cu) adalah lingkungan mesotermal, yaitu memiliki suhu 200-300 derajat (suhu sedang). Endapan yang bercirikan endapan ini adalah endapan sulfida dari Fe, Pb, Zn, dan Cu. Sedangkan mineral pengotornya adalah kuarsa, kalsit, rodokrosit, dan siderit. Ada tiga jenis endapan bijih tembaga berdasarkan kedalamannya yaitu porfiri, mesotermal, dan epitermal.

Endapan porfiri adalah endapan penghasil tembaga (Cu) terbesar, lebih dari 50%. Endapan porfiri umumnya terbentuk pada jalur orogenik, contohnya pada lingkar Pasifik.

Kelompok tiga besar cebakan biji tembaga dunia dari jenis porfiri dengan kandungan emas tinggi terdapat di Bingham di Amerika Serikat, OK-Tedi di Papua New Guinea, dan Grasberg di Indonesia. Emas Grasberg sebagai unsur logam ikutan dari jenis mineralisasi yang sama merupakan cadangan terbesar di dunia. Cebakan tembaga tipe porfiri di Indonesia terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tetapi hanya cebakan porfiri Grasberg dan Batu Hijau yang dapat diusahakan secara ekonomis.

Tambang Grasberg dan Batu Hijau termasuk dalam skala penamnbangan raksasa. Dengan radius bukaan akhir tambang yang berdiameter lebih dari dua kilometer dan kedalaman sekitar satu kilometer, diperlukan pembangunan infrastruktur penambangan dan pengolahan berkapasitas besar. Cebakan Grasberg dan Batu Hijau merupakan cebakjan tembaga primer berjenis Cu-Au porfiri, dengan metode penambangan terbuka. Bijihnya mempunyai kandungan utama tembaga (Cu) dengan unsur ikutan berupa emas (Au) dan perak (Ag), juga memiliki kandungan sulfida yang tinggi. Sulfur juga berpotensi menjadi komoditas bernilai ekonomis.

Batu hijau merupakan cebakan tembaga porfiri dengan sedikit kandungan emas perak. Logam berharga tidak secara langsung dapat diperoleh karena bercampur dengan mineral lain yang tidak memiliki nilai ekonomis. Cebakan porfiri diketahui hanya memiliki kadar yang rendah. Di Batu Hijau, setiap ton bijih yang diolah hanya menghasilkan 4.87 kilogram tembaga. Sedangkan rata-rata hasil perolehan emas jauh lebih sedikit, yaitu hanya 0.37 gram saja.

Penambangan Bijih Tembaga Batu Hijau

Penambangan batu hijau hanya bisa dilakukan dengan cara open pit mining atau penambangan secara terbuka. Pengupasan lapisan penutup (overburden) dan penambangan bijih dilakukan dengan sistem jenjang (benches). Cebakan bijih tembaga yang sangat tebal memerlukan banyak jenjang, dengan lebar dan tinggi jenjang yang diupayakan untuk dapat menahan batuan yang berhamburan saat peledakan, dan menyediakan ruang gerak yang memadai untuk alat pembongkar (excavator) dan unit pemuat (haulage).

Besarnya material yang dipindahkan tentu memerlukan lahan  yang luas dan secara teknis aman untuk penampungan bijih (stock pile), limbah tambang (waste) yang ikut tergali, serta ampas pengolahan (tailing).

PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT) menemukan cebakan tembaga porfiri pada tahun 1990, yang kemudian diberi nama Batu Hijau. Setelah penemuan tersebut, dilakukan pengkajian teknis dan lingkungan selama 6 tahun. Kajian tersebut disetujui oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1996 dan menjadi dasar dimulainya pembangunan Proyek Tambang Batu Hijau dengan total investasi US$ 1,8 Miliar. Proyek pembangunan tambang, pabrik, dan prasarananya selesai pada tahun 1999 dan mulai beroperasi penuh pada bulan Maret tahun 2000.

Sumber:

http://geoelamanyofan.blogspot.com/2012/05/tembaga.html?m=1

http://ceritageologi.wordpress.com/2012/12/17/endapan-porfiri-cu/

http://kampungminers.blogspot.com/2013/03/mineralogi-endapan-bijih-tembaga-cu.html?m=1

http://www.ptnnt.co.id/id/operasional.aspx

http://www.ptnnt.co.id/id/pengelolaan-lingkungan.aspx

2 komentar: